Kamis, 30 April 2009
Selasa, 28 April 2009
KISAH TAMAN SARI
Rangkaian Puisi “ Taman Sari “
1.LAGI SUNYI
ku hanya ingin sendiri
menikmati riuh bunyi bunyi
dari aksara aksara bisu yang bernyanyi
menata nada dalam bait bait
menyematkan rasa pada kata
menumpukan suasana dalam kalimat
tersenyum sendiri
menyimak apa yang tersaji
tak olah seperti tarian
gerakannya seiring gending
ditabuh sewaktu waktu
menari dan terus bernyanyi
dalam gemulai orkestra sunyi
bercampur canda haha hihi
masih saja tak berubah arti
naik naik kepuncak gunung
ternyata gunungnya tinggi tinggi sekali
sementara bebek angsa masih sorong sorongan
dalam danau ilalang yang menari dibuai angin
dan kau masih belum sadar diri
ada serigala menyeringai
1 + 1 = ~
1 + 1 = ~
satu tambah satu menjadi tak terhingga
jika terluang waktu mampir dan singgahlah
ada perjamuan walau tak meriah seperti pesta
hidangan kembang tujuh rupa agar wajah tak lupa
satu tambah satu tetap tak terhingga
perhatikan baik-baik wajah yang ada
apakah itu mewakilin diri anda
kalau bukan ya abaikan saja
satu tambah satu sangat tak terhingga
ingatlah mencontreng tanda gambar
jika lupa pada wajahnya
jika tak mau juga tak mengapa
satu tambah satu tambah tak terduga
lipat dan pulanglah
biarkan orang yang melanjutkan
MATI
MATI
tak tahu mengapa
otak selalu menyeret jemari
menarikan nada-nadanya
pada bait-bait jejeran aksara
pada kisah-kisah yang tak kunjung selesai
HUJAN DI PENGHUJUNG MUSIM
HUJAN DI PENGHUJUNG MUSIM
tangis yang kian mengumpal
menekan sesak isi dada dan seluruh penjuru nadi
dan hujan yang turun seakan mengiringi
dalam derasnya terbias bejana hati yang rapuh
bayangan itu selalu kembali dan kembali
seakan kutukan dari masa-masa yang kualami
dan hujan semakin menyalakan bayangan itu
seterang matahari yang terbit di malam hari
aku harus membunuhmu berkali kali
agar bayangan itu lari dan lari
aku harus membunuhmu hujan
agar tak terbias lagi cahaya bejana itu
aku harus membunuhmu
agar engkau hidup dan menjadi berarti
JUJUR
JUJUR
cobalah berkata jujur
apa maumu sebenarnya
engkau melukiskan penerang malam
yang ku lihat belahan susu mengapit pedang
engkau melukiskan sumber hidup anak negeri
yang kulihat itu pedang mengiris belahan hidup bayi
engkau mengambarkan putih
yang kulihat bayangan hitam
engkau menyamakan warna warni
yang kulihat kau paksakan warnamu
engkau menjanjikan adil makmur
yang kulihat pertiwi menangis darah
jujur katakan pada nuranimu
jangan kau paksakan mereka mengikutimu
dengan segala macam tipu daya intelektualmu
dengan segala macam perbandingan surga neraka
dengan segala macam tutur bahasa santunmu
yang engkau sendiri mengingkari kaum yang melahirkanmu
menepisnya jika mereka berada di lebih tinggi darimu
dan memasang mereka sebagai tameng ambisi
cobalah jujur
mari hentikan tangis pertiwi
karena ibu suri lain negeri kini tengah bernyanyi
mengeser ibu pertiwi yang bertahta abadi